Disclaimer
Payung Merah adalah media yang menyediakan bacaan dan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah اللهُ. Sesungguhnya اللهُ tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila اللهُ menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.“
– QS. Ar-Ra’d: 11
Dalam buku Tafsir Al-Qur’an karangan Ibnu Katsir, yang merupakan paduan dari hadits, atsar shahabat dan ayat Al-Qur’an, menyatakan bahwa الله senantiasa menugaskan malaikat-Nya yang tidak pernah lalai untuk menjaga tiap manusia pada waktu-waktu tertentu dari hal buruk atau celaka kecuali seizin-Nya.
Baca Juga: Sistem Nafsani: Akal menurut Fungsi & Tujuannya
Oleh karena itu, segala sesuatu yang terjadi dalam hidup manusia merupakan ujian yang harus dilewatinya, baik keadaan senang maupun susah. Hidup ini tentang bagaimana secara sadar dan sepenuh jiwa mengikuti ketentuan yang telah الله tetapkan. Namun, seringkali manusia lalai walaupun telah diberikan kebebasan untuk berusaha menjadikan diri lebih baik.
Seperti yang dijelaskan dalam hadits qudsi riwayat oleh Ali ibnu Abi Thalib رضي الله عنه, Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم bersabda, الله berfirman1,
Demi Kemuliaan, Keagungan, dan Ketinggian-Ku di atas ‘Arasy; tiada suatu (penduduk) kota pun, dan tiada pula suatu ahlul bait pun yang tadinya mengerjakan hal yang Aku benci yaitu berbuat durhaka terhadap-Ku, kemudian mereka berpaling dari perbuatan durhaka itu menuju kepada perbuatan yang Aku sukai, yaitu taat kepada-Ku, melainkan Aku palingkan dari mereka hal yang tidak mereka sukai, yaitu adzab-Ku; dan Aku berikan kepada mereka hal yang mereka sukai, yaitu Rahmat-Ku’
Jika mengacu pada ayat di atas, terdapat kata bi annfusihim بانفسهم yang berarti ‘dengan diri mereka sendiri’ bermaksud menerangkan manusia secara karakter dan perilaku yang dapat dirubah untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Kata tersebut, berasal dari nafs نفس yang artinya ‘diri’ dan merupakan induk dari sistem nafsani yang mengendalikan manusia secara bathiniyah.
Sistem ini bekerja pada lapisan conscious dan juga unconscious dalam diri manusia serta teraplikasi dalam perilaku dan tindakan sehari-hari seperti halnya typology of mind yang Sigmund Freud cetuskan.
Meskipun begitu, sistem nafsani (kejiwaan) lebih rumit karena hal metafisika tetapi pendekatan yang digunakan holistik dan mampu menjelaskan perihal diri lebih komprehensif.
Apa itu Sistem Nafsani?
Menurut Achmad Mubarok (2009), Sistem Nafsani adalah penjelasan terpadu dalam ilmu jiwa yang menjelaskan bagaimana aspek bathin manusia bekerja sehingga dapat diteliti kapasitas seseorang dan dijelaskan cara kerja serta fungsi jiwanya.
Dalam sistem kejiwaan seseorang, terdapat subsistem atau komponen yang bekerja dan mempengaruhi satu sama lain. Subsistem tersebut adalah akal, hati, nurani, syahwat dan nafsu yang bekerja sama sehingga menghasilkan produk yang kini kita kenal dengan nama “perilaku”.
Bacaan Selanjutnya:
Salurkan Pemikiranmu!
Ingin artikelmu diterbitkan seperti ini? Kamu bisa! Yuk, salurkan pemikiranmu lewat artikel opini dan listicle di Payung Merah!
Gabung LINE@