Momentum Baru Undang-Undang Pemberantasan Terorisme di Indonesia
Sumber: theimaginativeconservative.org
Disclaimer

Payung Merah adalah media yang menyediakan bacaan dan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.


Momentum Baru Undang-Undang Pemberantasan Terorisme di Indonesia – “Kita harus menolak, menentang dan mengutuk sekeras-kerasnya segala bentuk tindakan terorisme. Karena terorisme tidak hanya kejahatan luar biasa terhadap rakyat sebuah negara, tetapi terhadap kemanusiaan,” tegas Prof. Din Syamsuddin pada acara Indonesia Lawyers Club (15/05/2018) yang membahas Tragedi Mako Brimob dan Pengeboman Gereja Surabaya.

Beliau menambahkan fenomena terorisme global atau domestik, tidak boleh hanya dibatasi oleh identifikasi kelompok dan kaitannya dengan faktor tunggal ideologi, ada juga faktor-faktor non-ideologis yang kuat mempengaruhi seperti halnya global injustice yang masih terjadi di dunia sehingga memunculkan organisasi Al-Qaeda buatan Amerika Serikat (sebagaimana yang dilansir dari pernyataan Hillary Clinton di YouTube “We Created Al-Qaeda”).

Baca Juga: Perubahan Zaman! Enaknya Kerasa Banget

Padahal, umat Islam telah faham bahwa Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 32 menyatakan dosa membunuh nyawa seseorang tanpa alasan yang syar’i seakan-akan memusnahkan seluruh peradaban yang ada.

Fenomena terorisme akan terus berulang-ulang jika pemerintah dan masyarakat tidak memperbaiki secara bersama-sama kondisi politik, sosial, keamanan, hukum dan budaya yang kondusif bagi keragaman seperti yang terjadi di Depok sebagai awal dari berbagai kejadian di Indonesia.


Momentum Baru Undang-Undang Pemberantasan Terorisme di Indonesia

Rentetan teror di bulan Mei bermula dari kericuhan di Markas Komando Brigadir Mobil di Kelapa Dua, Depok yang berakhir dengan kematian beberapa anggota polisi.

Lalu, Polisi Republik Indonesia (Polri) melakukan pemindahan sejumlah Narapidana Teroris (Napiter) yang mayoritas Muslim ke Nusa Kambangan karena didakwa sebagai pemicu kerusuhan di dalam sel.

Baca Juga: Hoax dan Jurnalisme Netizen: Sebuah Fenomena

Sebab terjadinya insiden tersebut disinyalir belum jelas tapi memicu kejadian lain di 13 Mei 2018, terjadi pemboman Gereja GKI di Surabaya ketika ibadah umat kristiani dilakukan.

Pelakunya melakukan bom bunuh diri dengan membawa serta keluarganya. Lalu juga di Sidiorajo dengan modus serupa. Berlanjut lagi di Riau pada 16 Mei 2018, pelaku menyerang Markas Polisi Daerah pasca Tabligh Akbar menggunakan pedang dan melukai beberapa orang.

Kejadian-kejadian tersebut memunculkan lagi atribusi teror kepada Islam, padahal kebanyakan teroris adalah self-claimed Islamic terrorist – mengaku-ngaku Islam.


Sekilas Jejak Terorisme di Indonesia

Sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945, telah berkali-kali mendapat serangan terorisme termasuk yang melakukan gerakan insurgensi dan separatisme atau pemberontakan terhadap pemerintah yang sah.

Baca Juga: Popularitas dan Elektabilitas Pilkada Serentak 2018 dan Menjelang Pemilu Pilpres 2019

Fenomena terorisme di Indonesia seringkali dilakukan secara terorganisir oleh suatu gerakan bawah tanah yang memunculkan kerusakan pada fasilitas umum dan hilangnya nyawa manusia.

Hingga saat ini masih ada dan tetap menunjukkan ‘taring’-nya di tengah-tengah kehidupan berbangsa serta bernegara, sebut saja oknum dari rakyat yang tergabung dalam Organisasi Papua Merdeka (OPM), Republik Maluku Selatan (RMS) dan juga ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) yang memiliki kantor-kantor resmi di beberapa negara, namun beraksi di Indonesia.

Sebagian dari organisasi-organisasi yang secara terang-terangan melakukan insurgensi dan separatisme, telah ada jauh sebelum terbitnya Undang-Undang nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Baca Juga: Merajalelanya Kemiskinan di Indonesia

Baru setelah kejadian Bom Bali 1 pada 12 Oktober 2002, disahkan Undang-Undang (UU) yang mengatur tindakan untuk mengatasi terorisme sebagai bagian dari persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 1 tahun 2002.

Undang-undang tersebut dinilai tidak komprehensif dan holistik karena sifatnya yang insendentil sebagai penutup celah hukum atas kejadian yang terjadi sebelumnya. Oleh karena itu, diperlukan sebuah Undang-Undang yang secara tepat mengatur cara penangan kejadian terorisme yang ada di Indonesia.


Salurkan Pemikiranmu!

Ingin artikelmu diterbitkan seperti ini? Kamu bisa! Yuk, salurkan pemikiranmu lewat artikel opini dan listicle di Payung Merah!

 Tulis Artikel

Gabung LINE@


Bagaimana Menurutmu?

Mari Viralkan Tulisan Ini!

Apa Reaksi Kamu?

Kesal Kesal
2
Kesal
Kocak Kocak
8
Kocak
Marah Marah
5
Marah
Kaget Kaget
11
Kaget
Inspiratif Inspiratif
13
Inspiratif
Keren Keren
26
Keren
Pilih Satu Format
Kuis Trivia
Serangkaian pertanyaan dengan jawaban yang benar dan salah yang bermaksud untuk menguji pengetahuan/wawasan
Opini
Tulis opini dan tambahkan elemen visual seperti gambar dan video
Listicle
Buat artikel dalam bentuk Listicle dan lengkapi dengan elemen visual