Disclaimer
Payung Merah adalah media yang menyediakan bacaan dan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Efektivitas Penjara Sebagai Tempat “Terhukum” dan Masalah-Masalahnya di Indonesia – Seberapa efektif kah penjara sebagai wadah yang menampung mereka yang ‘terhukum’? Di sisi lain, bagaimana praktik ‘pemenjaraan’ di Indonesia dewasa ini?
Masalah Pemenjaraan di Indonesia
Pemenjaraan merupakan salah satu bentuk penghukuman yang dapat dijatuhkan kepada masyarakat mana pun yang melakukan kejahatan atau pun merugikan pihak lain.
Namun, pemenjaraan itu sendiri nantinya akan dilakukan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku di dalam sebuah negara dimana peran polisi, jaksa, dan hakimlah yang akan menentukan apakah seseorang layak dipenjara atau tidak.
Hasil putusan hakim nantinya menjadi dasar pelaku kriminal divonis untuk tinggal dalam penjara sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan dalam proses pengadilan.
Sebagai suatu bentuk hukuman, pemenjaraan dalam perkembangannya mengalami kritik dari para ahli penologist, dimana mereka memberikan usul agar penggunaan bentuk hukuman pemenjaraan dihentikan dan mempertimbangkan respon yang sifatnya non-punitive terhadap bentuk kesalahan dan pelanggaran pada sebuah aturan.
Baca Juga: Bagaimana Seharusnya Kita Belajar Dari Kebijakan Multikulturalisme di Kanada?
Pemenjaraan mampu menghasilkan dampak tertentu bagi pelaku kejahatan dimana mereka akan kehilangan kemerdekaan, kemudian akan kehilangan kepemilikan atas barang dan pelayanan. Selain itu, hukuman penjara akan memberikan dampak bagi hilangnya hubungan heteroseksual, otonomi dan hilangnya rasa aman.
Kehidupan dalam penjara dimana seseorang berada dalam kurungan atau sel dengan pengawasan yang variatif berdasarkan status sebuah penjara mempengaruhi bagaimana aktivitas masyarakat di dalamnya.
Hilangnya ruang gerak pribadi atau privasi, kualitas makanan yang buruk, interaksi dengan keluarga dan orang-orang terdekat yang menjadi terbatas serta kemungkinan perlakuan buruk yang dapat diterima dari tahanan lain serta staf penjaga merupakan konsekuensi yang harus diterima oleh tahanan.
Sistem yang dibangun dalam penjara inilah yang menjadi pertanyaan apakah tahanan dapat mengerti akan kesalahan yang dilakukan atau pun bagaimana penjara dapat memenuhi kerugian yang dialami oleh korban.
Sistem-sistem yang dibangun untuk memberikan fasilitas pemenjaraan ini dapat memberikan penilaian bagi efektivitas hukumannya, dimana selain itu terdapat juga biaya yang sangat besar dan bervariasi di tiap-tiap penjara.
Praktik Pemenjaraan di Berbagai Negara
Pada perkembangannya, penggunaan hukuman penjara di Amerika Serikat berkembang pada pertengahan tahun 1980-an. Faktor-faktor yang memberikan efek terkait hal tersebut antara lain meningkatnya angka kejahatan, peningkatan kebijakan mandatory sentencing serta perkembangan penjara swasta dan komplek penjara industrial. Selain itu, pelanggaran obat-obatan yang semakin meningkat berkontribusi pada hukuman penjara bagi pelanggar aturan.
Kasus pemenjaraan di Asia memiliki keunikan dan juga memiliki kesamaan karakteristik dengan negara-negara lain, namun penggunaan hukuman mati dan metode ekstra-yudisial kontrol sosial yang dipertahankan memberikan perbedaan di negara-negara Asia. Selain itu, angka pemenjaraan di China merupakan angka terendah dibandingkan negara-negara Asia dan negara paham sosialis lainnya.
Baca Juga: Mengenal Sistem Bargaining Justice, Aplikasi Pada Tindak Kejahatan Penipuan: Apa dan Bagaimana?
Penjara yang merupakan salah satu jalan dalam menghukum seseorang memiliki bermacam tipe yang dikhususkan bagi pelaku kriminal dan tindakan kriminal yang dilakukan. Contohnya adalah sel penjara khusus bagi perempuan yang melakukan tindakan kriminal, penjara bagi pelaku kejahatan jalanan, kejahatan properti, pembunuhan, dan kejahatan korupsi.
Mereka ditempatkan pada satu penjara yang sama namun sel mereka terpisah, dikategorikan sesuai dengan kejahatan yang dilakukan. Di dalamnya, perlakuan-perlakuan yang diterima oleh tahanan akan berbeda sesuai dengan kondisi atau status sosial tahanan yang merupakan salah satu faktor permasalahan di dalam penjara.
Dalam sistem hukum, penggunaan penjara merupakan kewenangan negara dan sistem yang ada di dalam penjara tersebut telah diatur. Sistem ini mencakup banyak hal mengenai bagaimana sistem di dalamnya dapat memberikan efek pembelajaran bagi para pelaku kejahatan atas kesalahan yang mereka lakukan.
Di sisi lain, hal tersebut juga memberikan pelajaran disiplin bagi tahanan dengan adanya timetable yang terstruktur untuk kegiatan yang akan dilakukan oleh para penghuni penjara atau lembaga permasyarakatan.
Penjara Dalam Sudut Pandang Sosiologis
Secara sosiologis, penjara adalah sebuah tempat interaksi berbagai kalangan tepatnya kumpulan manusia yang telah divonis bersalah secara hukum dan interaksi yang terjadi dalam institusi ini terjalin antara manusia dengan manusia, kemudian manusia dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Interaksi antara pihak-pihak inilah yang ke depannya akan menjadi nilai dan norma yang dipegang oleh masyarakat di penjara.
Di Indonesia dapat ditemukan berbagai macam sel penjara dari Sabang sampai Merauke dimana keadaan Lembaga Permasyarakatan, Rumah Tahanan, Penjara dengan status maximum security yang saat ini dihuni oleh 201,274 tahanan dan narapidana di 33 kantor wilayah.
Update penghuni lapas yang dieluarkan Ditjenpas pada bulan Oktober 2016 juga menunjukkan bahwa enam kanwil tidak mengalami over-capacity dan 27 lainnya masuk dalam kategori merah atau melebihi kapasitas.
Pentingnya hukum dalam menentukan tolak ukur sebuah kejahatan diharapkan mampu memberikan arahan yang jelas dalam penerapannya terhadap pelaksanaan pidana penjara, sehingga dalam penegakan hukum, keputusan-keputusan yang tidak mengikutsertakan asas sama di mata hukum dan asas prejudice dapat dihindari.
Kegagalan dalam memenuhi syarat ini dapat memberikan efek yang luar biasa bagi kehidupan terdakwa yang akan hidup di penjara dengan kehilangan banyak hal dalam kehidupan.
Efektivitas Penjara di Indonesia
Perihal penjara di Indonesia, kita juga harus dapat memahami apa perbedaan antara rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan. Rumah tahanan sendiri merupakan penjara bagi mereka yang masih menunggu vonis dan masih berada dalam proses persidangan.
Sedangkan, lembaga permasyarakatan dihuni oleh pelaku kriminal yang telah dijatuhi vonis dalam persidangan. Jumlahnya di Indonesia yang diketahui melalui laporan Ditjenlapas Kementerian Hukum dan HAM Indonesia menunjukkan bahwa angka yang ada melebihi kapasitas. Hal itu pun menunjukkan adanya permasalahan dalam efektivitas dari pemenjaraan di Indonesia.
Selain adanya kasus mengenai kapasitas penjara yang masih di bawah penghuni dan potensi bertambahnya tahanan lain, terdapat pula masalah penjara yang di dalamnya terdapat masalah integritas oleh staf petugas maupun pejabat dalam lapas.
Baca Juga: Tanah Penuh Harapan Itu Mulai Dirampas!
Sebagai contoh, pada kasus Freddy Budiman yang ditempatkan di Lapas Cipinang. Ia malah bisa menikmati ruangan mewah dan mendapatkan akses dalam mengendalikan peredaran narkoba dari balik jeruji besi.
Selain itu, ia juga bisa dikunjungi oleh Vanny yang merupakan seorang model dan melakukan hubungan badan di dalam sel. Peristiwa tersebut mengakibatkan Kalapas Cipinang Thurman Hutapa dicopot dari jabatannya.
Permasalahan penjara yang terjadi di Indonesia kini semakin sering diberitakan oleh media dan menjadi salah satu isu yang perlu diangkat lebih jauh untuk memberikan penanganan lebih efektif pada pemenjaraan di Indonesia.
Kasus Freddy Budiman adalah satu di antara kasus yang ada namun tidak terekspos oleh media dan tidak diketahui oleh masyarakat, sehingga nantinya dapat ditemukan pihak-pihak mana saja yang melakukan suap.
Pada perkembangannya di akhir abad 20-an menuju awal abad 21, skema hukuman di berbagai negara merupakan peningkatan populasi di dalam penjara yang kemudian menginspirasi David Garland lewat bukunya The Culture of Control.
Keadaan inilah yang juga tercermin di Indonesia dimana penjara yang ada di tiap-tiap wilayah mengalami kelebihan kapasitas dan melihat lagi tidak hanya bangunan saja namun pada potensi ke depannya mengenai sumber daya yang akan mengelola penjara.
Pada data laporan Ditjenlapas yang tertera sebelumnya, paling tidak ada 6 kantor wilayah provinsi yang masih berada dalam posisi tidak kelebihan kapasitas dan 27 lainnya mengalami isu kelebihan kapasitas.
Masalah lain yang ada di dalam penjara ialah struktur dari penjara itu sendiri, bangunan dan lingkungan yang ada di dalam penjara akan memberikan pengaruh besar bagi tahanan secara positif maupun negatif.
Dunlap dan Catton yang menjelaskan bahwa interaksi sosial yang terjadi di dalam suatu lingkungan akan berpengaruh bagi akan mengubah hubungan-hubungan yang terjadi dan ketergantungan antara populasi, teknologi, budaya, sistem sosial, dan sistem personal mempengaruhi lingkungan fisik.
Baca Juga: Sebuah Kritik: Pendekatan Epistemologi ala Barat
Subkultur di dalam lembaga permasyarakatan memiliki beberapa komponen dimana adanya interaksi antara petugas, masyarakat, dan narapidana yang akan membentuk nilai dan norma yang ada dalam penjara.
Penjara sebagai sistem sosial memiliki ciri-ciri fisik yaitu adalah sebuah buatan manusia yang dibatasi oleh tembok-tembok penjara yang dibangun untuk memisahkan dunia dalam penjara dan dunia luar dimana mereka para tahanan kehilangan privasi mereka yang didapat sebelumnya.
Clemmer menjelaskan bahwa ada tiga kelompok dalam kehidupan di Lapas yaitu kelompok formal, kelompok informal, dan kelompok kepentingan yang berdasar pada kebutuhan untuk memenuhi kepentingan kelompok atau individu yang menjalin hubungan.
Lanjut Baca ke Part II
Daftar Pustaka:
- Anthony Bottoms. Some Sociological Reflections on Restorative Justice.
- David S. Lee dan Justin McCrary. 2009. The Detterence Effect of Prison. Dynamic Theory and Evidence. CEBS Working Paper No.189.
- Ditjenpas, Laporan Jumlah Penghuni Lapas Bulan Oktober 2016. Diakses 20 Oktober 2016
- Donald Clemmer. (1938). Leadership Phenomena in a Prison Community. Journal of Law and Criminology
- Joycelyn M. Pollock. (2005). Ch.1. The Rationale of Imprisonment. The Philosophy and History of Prisons.
- Miethe, T., D. & Lu, H. (2005). Punishment: A Comparative Historical Perspective. Cambridge: Cambridge University Press.
- Pontianakpost.com. Napi Ngamuk Lapas Dibakar. Diakses 21 Oktober 2016
- Scott, D. (2008). Penology. London:SAGE Publications Ltd.
- Raphael, S. dan Michael A. Stoll. Why are so many American Prisons?” in Steven Raphael and Michael Stoll, eds., Do Prisons Make Us Safer?: The Benefits and Costs of the Prison Boom, New York: Russell Sage Foundation.
- Tribunnews 29 Juli 2016. Freddy Budiman, Dipenjara Masih Bisa Tiduri Model, Nyabu Hingga Kendalikan Jaringan Narkoba. Diakses 19 Oktober 2016.
- Tribunnews.com “Ini Nama Korban Tewas dan Kronologis Pembakaran Lapas Bengkulu”. Diakses 21 Oktober 2016
Gambar: WPengine
Salurkan Pemikiranmu!
Ingin artikelmu diterbitkan seperti ini? Kamu bisa! Yuk, salurkan pemikiranmu lewat artikel opini dan listicle di Payung Merah!
Gabung LINE@