Disclaimer
Payung Merah adalah media yang menyediakan bacaan dan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Efektivitas Penjara Sebagai Tempat ‘Terhukum’ dan Masalah-Masalahnya di Indonesia – Bagian II – Artikel ini merupakan lanjutan dari Part I, yang bisa Anda baca terlebih dahulu di halaman ini.
Kondisi di Indonesia
Kondisi Lembaga Permasyarakatan di Indonesia mencerminkan penjara saat ini penuh dengan tahanan dan narapidana mengakibatkan kondisi kelebihan kapasitas yang memberikan susasan suntuk di dalam penjara.
Kondisi seperti mengakibatkan adanya sebuah kekhawatiran akan semakin penuhnya penjara dan berpotensi akan terjadi kekacauan dari dalam penjara melihat dari sumpeknya lingkungan serta kekurangan sumber daya manusia untuk mengelola lembaga permasyarakatan.
Permasalahan lainnya yang perlu diperhatikan adalah permasalahan lemahnya pengwasan lapas dimana saat ini lapas dapat digunakan untuk mengendalikan peredaran narkoba seperti yang terjadi pada kasus Freddy Budiman, serta pertanyaan akan integritas petugas lapas dalam mengelola sesuai dengan tujuan berdirinya lapas.
Baca Juga: Bagaimana Seharusnya Kita Belajar Dari Kebijakan Multikulturalisme di Kanada?
Lapas yang di Indonesia berada di bawah pengelolaan Kementerian Hukum dan Ham serta adanya rumah tahanan yang dikelola oleh kepolisian dan penegak hukum lainnya seharusnya menjadi tugas institusi tersebut dalam mengelola penjara di Indonesia.
Terjadinya kasus-kasus dimana tahanan melarikan diri dan dari penjara menunjukkan bahwa ada sebuah kekurangan dalam pengawasan yang dilakukan pada para tahanan sehingga hal seperti ini berulang terus menerus. Situasi seperti ini tentunya dapat memberikan efek kekhawatiran bagi masyarakat yang tinggal di daerah dekat dengan lembaga permasyarakatan dan dapat berakibat pada kondisi insecure yang akan dialami oleh masyarakat.
Masalah yang ada di dalam lapas juga tidak lepas hanya berada pada pelayanan dalam Lapas terhadap para tahanan dan juga narapidana, hal ini dikarenakan pelayanan dari pihak Lapas menjadi penting bagi memenuhi kebutuhan primer tahanan.
Contohnya adalah kualitas makanan yang baik, sanitasi yang bersih, lingkungan yang memberikan kesempatan bagi pelaku kriminal mengalami rehabilitasi dan keahlian yang dapat digunakan suatu ketika mereka telah bebas dari penjara.
Masalah pelayanan menjadi krusial di masa sekarang dengan adanya media yang dengan mudahnya untuk mengangkat sebuah pemberitaan dan masalah seperti ini dapat memberikan efek buruk bagi penegakkan Hak Asasi Manusia di dalam penjara.
Sebelumnya pada kasus pembakaran sebuah lapas oleh penghuni di dalamnya memberikan sebauh warning bagi penegak hukum dimana kontrol dipeang oleh para tahanan dan narapidana bukan dipegang oleh pihak yang seharusnya menangani hal tersebut.
Salah satu kejadian yang terjadi belakang ini terjadi di Lemaga Permasyarakatan Kelas IIA di Pontianak. Mengetahui adanya sidak yang dipimpin oleh Menteri Yasonna Laoly dan dengan dikawal oleh personil Polri di dalam lapas. Kejadian yang mencekam ini dilakukan dengan melakukan aksi pembakaran di area blok mereka serta melempari petugas dengan kayu.
Baca Juga: Mengenal Sistem Bargaining Justice, Aplikasi Pada Tindak Kejahatan Penipuan: Apa dan Bagaimana?
Masalah serupa terjadi di Lapas Bengkulu yang berakibat pada jatuhnya korban yang berjumlah lima orang usai terjadi kerusan pada 25 Maret 2016 serta adanya pembakaran meyebabkan blok A, B, dan C terbakar habis.
Serupa dengan kasus di Pontianak, pembakaran dipicu oleh penggeledahan yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bengkulu. Dua kejadian ini seharunya menjadi jawaban bagaimana sel penjara tidak mampu membuat para pelaku kriminal lebih baik dibanding sebelumnya dan menjadikan penjara sebagai efek penggentarjeraan bagi pelaku kejahatan.
Seperti yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2006 dimana jumlah penjara meningkat drastis dibanding dengan angka kejahatan yang menurun yang merupakan efek dari reformasi sentencing dari tahun ke tahun yang terjadi. Dari perspektif ahli ekonomi dimana tuntutan penjara yang lebih lama dapat memberikan efek jera yang lebih besar dikarenakan waktu yang harus dibayar oleh pelaku kriminal dalam menjalani hukuman.
Efektivitas Hukuman Penjara di Indonesia
Setelah melihat masalah yang terjadi di dalam penjara dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi para tahanan dan juga narapidana yang tinggal di dalam sel jerujinya dalam sub-bab selanjutnya mengenai efektivitas hukuman penjara. Efektivitas disini tidak hanya dilihat berdasarkan oleh biaya semata namun efektivitasnya dari segi sosial dan apakah penjara mampu memperbaiki human being yang sudah divonis rusak oleh pengadilan atau masyarakat,
Berlanjut dari peryataan kalimat akhir subbab 3.1 mengenai efek gentar dari pemenjaraan yang diberlakukan bagi para pelaku kriminal dan juga bagaimana penjara dapat menjauhkan mereka yang sudah pernah mendiami penjara untuk tidak kembali masuk ke dalam balik jeruji sel.
Baca Juga: Tanah Penuh Harapan Itu Mulai Dirampas!
Namun hal ini dapat dipatahkan dimana dikenal istilah residivis yaitu mereka yang sudah terbiasa keluar masuk penjara dan memberikan mereka sebagai pelaku kejahatan atau bisa dikenal dengan istilah karir kriminal.
Situasi seperti ini menyebabkan muncul pertanyaan apakah penjara cukup efektif dalam memberikan pengembalian sesorang untuk tidak berbuat jahat ataupun cukup untuk mengajak pelaku kriminal untuk tidak melakukan tindakan yang sama di kemudian hari.
Robert Johnson mengeluarkan sebuah puisi yanng berisikan tentang pendirian penjara yang bukan day-care dan saat penjara sudah dibangun, dan para pelaku telah masuk ke dalam penjara seolah-olah masalah sudah selesai sampai saat itu dengan tidak memperhatikan penjara dan seisinya.
Bahkan menurut beberapa ahli, penjara merupakan bentuk penyerangan terhadap jiwa seseorang dimana efek utama yang dirasakan oleh sesorang dalam kehidupan dalam penjara adalah bukan fisik namun jiwa manusia tersebut.
Penggunaan penjara yang pada awalnya diliat sebagai bentuk penghukuman yang lebih manusiawi dibandingkan penghukuman korporal tidak dianggap sebagai hal yang reformatif.
Sehingga efektivitas hukuman penjara dan efek sampingnya bagi jiwa manusia perlu dikaji di masa depan melihat jumlah biaya dan bentuk lain yang lebih konstruktif dalam memberikan pelajaran terhadap pelaku kejahatan.
Penjara di Kemudian Hari
Hukuman penjara yang merupakan salah satu bentuk penghukuman memberikan pemahaman mengenai kondisi penjara dan tahanan serta narapidan yang menjalani masa hukumannya di dalam penjara. Permasalahan yang muncul di dalam penjara adalah bagaimana interaksi yang terjadi antara inmate memiliki jalinan yang kuat sehingga saat ada rasa belonging antara tahanan satu dan yang lainnya.
Dari sinilah dapat terjadi pertukaran informasi dan pembelajaran dari seorang pelaku kriminal terhadap pelaku kriminal lainnya yang memberikan kesempatan seorang untuk naik kelas dalam perbuatan melanggar hukum. Kehidupan dalam penjara ini akan memberikan kesempatan bagi manusia untuk mengembangkan perilaku-perilakunya untuk memainkan peran yang telah disusun seperti drama.
Sering dijumpai para tahanan yang setelah masuk ke dalam lapas akan menjadi lebih soleh dan lebih dekat kepada Tuhan untuk memberikan impresi sendiri sebagai bentuk usaha mencapai kepentingannya.
Permasalahan yang tadi telah dibahas perlu dilihat lebih spesifik dimana untuk menemukan apa akar dari masalah yang tercipta seperti pembakaran lapas, kapasitas lapas yang melebihi batas tampung dan praktek suap yang terjadi dalam lembaga permasyarakatan.
Dalam hal efektivitas dari penjara untuk memberikan satu jalan bagi pelaku kriminal untuk kembali ke jalan yang benat dengan tidak melakukan hal-hal melanggat aturan yang menimbulkan korban perlu dikaji lebih lanjut.
Baca Juga: Sebuah Kritik: Pendekatan Epistemologi ala Barat
Dimana hal ini bisa jadi adalah sebab mengapa kapasitas lembaga permasyarakatan melebihi kapasitas yang telah dibuat sebelumnya. Menambah bangunan penjara untuk mengatasi hal ini bukan berarti akan memastikan seseorang yang akan masuk penjara akibat perbuatannya berkurang.
Sehingga untuk mengatasi masalah efektivitas hukuman penjara perlu dilihat alternatif hukumsn lsin ysng cocok dengan sosiologis masyarakat Indonesia dan kegunaannya dalam mendukung penegakan hukum di Indonesia.
Dengan seperti ini nantinya diharapkan penghukuman penjara akan dapat berkurang khususnya pada kasus-kasus ringan yang dapat diselesaikan secara kekeluargaan tanpa harus dibawa ke pengadilan yang juga memerlukan biaya besar.
Daftar Pustaka:
- Anthony Bottoms. Some Sociological Reflections on Restorative Justice.
- David S. Lee dan Justin McCrary. 2009. The Detterence Effect of Prison. Dynamic Theory and Evidence. CEBS Working Paper No.189.
- Ditjenpas, Laporan Jumlah Penghuni Lapas Bulan Oktober 2016. Diakses 20 Oktober 2016
- Donald Clemmer. (1938). Leadership Phenomena in a Prison Community. Journal of Law and Criminology
- Joycelyn M. Pollock. (2005). Ch.1. The Rationale of Imprisonment. The Philosophy and History of Prisons.
- Miethe, T., D. & Lu, H. (2005). Punishment: A Comparative Historical Perspective. Cambridge: Cambridge University Press.
- Pontianakpost.com. Napi Ngamuk Lapas Dibakar. Diakses 21 Oktober 2016
- Scott, D. (2008). Penology. London:SAGE Publications Ltd.
- Raphael, S. dan Michael A. Stoll. Why are so many American Prisons?” in Steven Raphael and Michael Stoll, eds., Do Prisons Make Us Safer?: The Benefits and Costs of the Prison Boom, New York: Russell Sage Foundation.
- Tribunnews 29 Juli 2016. Freddy Budiman, Dipenjara Masih Bisa Tiduri Model, Nyabu Hingga Kendalikan Jaringan Narkoba. Diakses 19 Oktober 2016.
- Tribunnews.com “Ini Nama Korban Tewas dan Kronologis Pembakaran Lapas Bengkulu”. Diakses 21 Oktober 2016
Gambar: Huffington Post
Salurkan Pemikiranmu!
Ingin artikelmu diterbitkan seperti ini? Kamu bisa! Yuk, salurkan pemikiranmu lewat artikel opini dan listicle di Payung Merah!
Gabung LINE@