aksi bela islam 2 desember 2016
Disclaimer

Payung Merah adalah media yang menyediakan bacaan dan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.


Analisa Intelijen dalam Aksi Bela Islam 2 Desember 2016 – Proses politik di Indonesia menjelang diselenggarakannya Pilkada serentak saat ini sedang berada dalam kondisi yang tidak stabil, beberapa momen kejadian menjadikan kondisi kamtibnas menjadi perhatian penuh pihak berwajib.

Setelah sebelumnya kasus mengenai dokumen pemeriksaan Munir yang hilang, publik disuguhkan dengan kasus Ahok yang diduga menista agama dan menimbulkan kemarahan dari masyarakat.

Dalam tanggapannya mengenai hal ini, muncul dugaan apakah aksi membela Islam merupakan bagian dari pengalihan isu kasus Munir yang krusial bagi peneg akan HAM di Indonesia serta tekanan untuk menyelesaikan kasus tersebut, karena permasalahan ini sempat muncul kembali menjelang gerakan dilakukan.

Baca Juga: Jurnalisme Tipu Daya – Media yang Terpenjara

Aksi 212 akan dianalisa melalui kacamata intelijen dengan kandungan kriminologis dimana akan dilihat juga potensi kejahatan yang terjadi di dalam gerakan yang telah dilakukan.

Selain itu analisa yang dilakukan akan memfokuskan pada dua hal yaitu keterkaitannya dengan aksi makar dan kepentingan dalam proses pemilihan Gubernur DKI Jakarta serta kemungkinan mengenai agenda lain di dalam penggerakan masa 2 Desember 2016.

Pilkada serentak yang akan dilakukan di sebagian Indonesia khususnya DKI jakarta akan dilakukan pada bulan Februari tahun 2017. Posisi gubernur DKI yang adalah strategis dan merupakan posisi politis di negeri ini memberikan pengaruh besar bagi partai politik untuk dapat memenangkan pertandingan menentukan eksistensi sebuah partai politik.

Partai pemenang Pemilu Presiden PDI-P mengusung kandidat Ahok dan Djarot untuk maju bertanding, Ahok dan Djarot didukung partai besar seperti Golkar dan pendatang baru Nasional Demokrat dalam pemilu daerah.

Baca Juga: Nasionalisme Sang Menteri Perikanan dan Kelautan: Susi Pudjiastuti

Di bagian lainnya koalisi Gerindra mengusung kandidat Anies dan Sandiaga untuk menandingi petahana serta dibarengi dengan keikutsertaan Partai Demokrat mengusung Agus Yudhoyono sebagai calon Gubernur DKI.

Merupakan hal yang menarik dimana Gerindra yang dikomandoi oleh Prabowo merupakan salah satu penantang dalam pemilihan Presiden di tahun 2014 lalu dan Agus Yudhoyono yang adalah anak dari Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono.

Situasi politik ini kemudian yang diangkat menjadi salah satu pemicu gerakan aksi bela Islam dengan memberikan tekanan bagi Ahok untuk mengurangi popularitas dan memberikan keuntungan bagi calon lainnya dimana popularitas Ahok di berbagai survei mengungguli dalam angka yang sangat besar. 1

Dalam Analisa intelijen politik, Presiden RI ke enam, Susilo Bambang Yudhoyono mendapatkan tuduhan bahwa ialah dalang dibalik aksi 4 November 2016 sebelum aksi yang ketiga ini dilakukan. Beliau dituduh adalah penggerak dan mendanai aksi kedua tersebut.2

Tuduhan ini bermula sejak penyataan yang bersangkutan bahwa adanya anggapan Ahok kebal hukum dan statement yang menjadi viral di media mengenai lebaran kuda dan unjuk rasa yang berkepanjangan.

Sebagai salah satu orang yang pernah memimpin bangsa ini, dapat dilihat dalam sejarahnya SBY merupakan salah satu bagian dari pemerintahan Megawati sebelumnya namun pada pemilu presiden beliau maju dan menghadapi Megawati.

Baca Juga: Efektivitas Penjara Sebagai Tempat ‘Terhukum’ dan Masalah-Masalahnya di Indonesia – Bagian I

Situasi ini berjalan kurang baik dimana keduanya tidak pernah memperlihatkan hubungan baik serta ketegangan berada di dalam kedua pihak ini. Hingga saat pemerintah Joko Widodo yang disokong partai PDI-P masih belum juga bertemu dengan SBY dimana ia telah melakukan safari politik ke pemimpin partai politik lain di Indonesia.

Menjadi salah satu atensi yang baik untuk melihat situasi ini. Selain itu pengorbanan yang dilakukan SBY untuk mengusung anaknya Agus menjadi calon Gubernur DKI harus mengorbankan jabatan militer, sehingga faktor zero-sum game memberikan awal dari permainan politik SBY untuk memberikan anaknya kemenangan di pilkada Gubernur dengan bermain di kasus Ahok.

Pada situasi sebaliknya, terseretnya Ahok dalam masalah ini juga memberikan satu keuntungan yang mungkin tidak menjadi prediksi dari para calon-calon lain dimana masyarakat Indonesia yang simpatik dapat melihat adanya kejanggalan dalam kasus yang menyeretnya.

Baca Juga: Mengenal Sistem Bargaining Justice, Aplikasi Pada Tindak Kejahatan Penipuan: Apa dan Bagaimana?

Dan merupakan sebuah kemungkinan bahwa aksi bela Islam ini merupakan salah satu agenda yang dibuat dan digerakkan oleh orang-orang yang berada di belakang atau pendukung Ahok sebagai Gubernur DKI periode berikutnya.

Hal ini dititikberatkan dengan adanya anggapan dan reaksi yang cukup tenang dalam internal partai pendukung secara kasat mata, aksi-aksi tandingan yang dilakukan oleh pihak pendukung juga berakhir dengan kritik dan teguran keras.

Salah satu contohnya adalah parade Kebhinekaan yang dilakukan selepas aksi 4 November, secara terbuka aksi ini memberikan kesan positif bagi pendukung Ahok dimana taman dan sampah berserakan saat acara berlangsung.

Baca Juga: Bagaimana Seharusnya Kita Belajar Dari Kebijakan Multikulturalisme di Kanada?

Selanjutnya aksi tandingan 4 Desember 2016 yang merupakan aksi kita Indonesia disokong oleh partai politik pendukung Ahok dan sama seperti aksi tandingan sebelumnya, gerakan ini menuai protes akibat sarat politik dan penggunaan CFD menggunakan atribut partai yang dilarang dalam hukum.

Sehingga inti dari aksi bela Islam ini bisa ditujukan sebagai aksi untuk memperoleh keuntungan demi meraih kepentingan politis dalam hal ini posisi Gubernur DKI.

Membahas mengenai potensi makar dalam aksi 2 Desember 2016 yang hangat diberitakan dan diangkat oleh media merupakan desas desus yang terjadi seiring dinamika aksi bela Islam jilid II telah selesai berjalan.

Polisi dan TNI mengangkat masalah ini ke media secara terang-terangan bahkan sebelum aksi 212 belum dilaksanakan, kritik yang muncul dalam masyarakat adalah mengapa hal ini dilakukan apakah untuk memberikan rasa takut pada masyarakat berlebihan untuk antipasti terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan.

Selain itu Jumat dinihari tanggal 2 Desember, 11 orang terduga aksi makar yang adalah tokoh public dan aktivitis ditangkap dan tiga orang ditahan dalam kepolisaan dengan dasar adanya Makar dan Pemufakatan Jahat.3

Baca Juga: Tanah Penuh Harapan Itu Mulai Dirampas!

Penangkapan yang terjadi dalam aksi 212 ini memberikan makna yang dalam mengenai agenda politik pemerintahan dimana saat ini kebebasan mengkritik telah menjadi salah satu target untuk dilakukan pembatasan.

Salah satunya adalah dengan adanya UU mengenai ITE tentang penghinaan terhadap presiden, dapat dilihat aksi yang semakin membesar di Indonesia dimana imigran-imigran China telah bersebaran di setiap pelosok sebagai bagian dari kerjasama Indonesia-China yang terus terjalin.

Adanya upaya untuk mengembalikan UUD pada UUD 1945 sebelum amandemen dilakukan. Dalam Undang-undang ini kekuatan presidensial adalah absolut sehingga sulit untuk membahayakan posisi presiden, sama seperti sebelumnya di jaman orde lama dimana ketika UUD 1945 berlaku kembali banyak aktivis anti pemerintah yang ditangkap.

Mengungkap adanya upaya makar dalam aksi bela Islam II bukanlah merupakan upaya mudah karena posisi yang ada dalam masyarakat merupakan posisi genting sehingga kemungkinan akan terjadi makar adalah sebuah kebodohan dimana probability dari aksi makar adalah jauh di bawah keberhasilannya.

Baca Juga: Sebuah Kritik: Pendekatan Epistemologi ala Barat

Kondisi masyarakat saat ini memang tidak menunjukkan angka yang baik namun jelas bahwa tidak buruk sekali karena perkembangan yang dapat dirasakan di setiap daerah dimana adanya motivasi baik, kepercayaan akan adanya kemajuan sejak Joko Widodo menjabat sebagai Presiden.

Kemudian faktor ekonomi juga tidak memungkinkan untuk mendukung aksi makar seberapa besar dana yang disediakan untuk mensukseskan aksi tersebut.

Salah satu anggapan dari penulis adalah adanya rasa prestige yang ingin ditunjukkan oleh kepolisian karena dalam posisi tertekan dimana di satu sisi, Jenderal Gatot telah memberikan keterangan dengan jelas adanya ancaman dari asing mengenai keutuhan NKRI serta popularitas Jenderal Gatot yang turut serta memberikan nilai plus bagi anggapan masyarakat terhadap TNI.

Penangkapan ke 11 orang ini merupakan kontroversial dimana polisi harus menjelaskan mengapa 11 orang ini sudah ditangkap namun Ahok yang sudah disangkakan tidak sehingga muncul anggapan polisi sedang bermain dalam ranah politis yang sangat berbahaya dan seharusnya tidak terjadi.

Dalam Intelijen faktor siapa, apa, dimana, mengapa, kapan, dan bagaimana menjadi hal yang penting dalam melihat realita yang terjadi di dalam masyarakat dan memberikan gambar yang lebih jelas.

Dalam aksi 212 ini semua pertanyaan dengan tersebut adalah dapat dilihat dan dapat disimpulkan dua kemungkinan terjadinya aksi yang bertujuan ataupun memberikan efek bagi masyarakat di Indonesia ke depannya ataupun di masa saat ini.

Antisipasi Aksi Berikutnya

Massa aksi bela Islam telah menyiapkan untuk melakukan aksi selanjutnya bila memang tidak ada penahanan terhadap Ahok, yang menjadi perlu diperhatikan ialah situasi dimana pengamanan dalam proses pengadilan Ahok.

Secara perkiraan persidangan ini akan memakan waktu dan memberikan kesempatan bagi gerakan-gerakan untuk melanjutkan aksinya.

Dari faktor pengamanan yang perlu menjadi perhatian khusus bagi kepolisian serta aksi intelijen terkait siapa saja yang akan menghadiri proses persidangan, karena sesuai dengan yang dikemukakan akan terjadi siding terbuka.

Di luar kasus Ahok, antisipasi lain perlu dilakukan terkait keragaman dan solidaritas masyarakat di Indonesia yang terpengaruh oleh gerakan dan aksi bela Islam.

Contohnya adalah aksi pembubaran kegiatan ibadah di Sabuga Bandung oleh kelompok masyarakat serta adanya protes terhadap sebuah universitas karena mendirikan baliho dengan gambar perempuan berhijab di dalamnya.

Situasi seperti inilah yang menjadi salah satu posisi krusial dimana sedikit gesekan akan menimbulkan gangguan kamtibnas yang mungkin mengorbankan banyak jiwa.

Sehingga perlu dilakukan pencegahan lebih lanjut agar masalah ini tidak terus menganggu keamanan dan hilangnya kebhinekaan Indonesia dalam masyarakat.

Kesimpulan secara prematur dalam gerakan ini adalah selain karena adanya kesalahan komunikasi politik yang dilakukan salah satu calon kemudian memberikan keuntungan dalam konstelasi politik dalam pilkada Gubernur DKI Jakarta yang telah bergulir.

Selain itu upaya makar yang dituduhkan dalam aksi bela Islam serta dibarengi adanya resiko perpecahan bangsa tidak terbukti dan dapat dianggap sebagai upaya menakut-nakuti massa terkait adanya gerakan aksi damai yang telah dilakukan.


Gambar: OkeZone.com


Salurkan Pemikiranmu!

Ingin artikelmu diterbitkan seperti ini? Kamu bisa! Yuk, salurkan pemikiranmu lewat artikel opini dan listicle di Payung Merah!

 Tulis Artikel

Gabung LINE@


Bagaimana Menurutmu?

Daftar Pustaka

  1. Tribun News, 2016, Inilah Hasil Survei Elektabilitas Terakhir Para Calon Gubernur, diakses 9 Desember 2016
  2. Pojok.id Sumut, 2016, SBY Difitnah Sebagai Dalang Aksi 4 November, Bu Ani Marah Seperti Ini, diakses 9 Desember 2016
  3. Okezone News, 2016, Kasus Dugaan Makar dan Aksi 212, Ajang Introspeksi Politisi dan Polisi, diakses 9 Desember 2016

Mari Viralkan Tulisan Ini!

Apa Reaksi Kamu?

Kesal Kesal
13
Kesal
Kocak Kocak
18
Kocak
Marah Marah
16
Marah
Kaget Kaget
21
Kaget
Inspiratif Inspiratif
24
Inspiratif
Keren Keren
10
Keren
Pilih Satu Format
Kuis Trivia
Serangkaian pertanyaan dengan jawaban yang benar dan salah yang bermaksud untuk menguji pengetahuan/wawasan
Opini
Tulis opini dan tambahkan elemen visual seperti gambar dan video
Listicle
Buat artikel dalam bentuk Listicle dan lengkapi dengan elemen visual