1
77 shares, 1 point
Perppu Nomor 2 Tahun 2017
Disclaimer

Payung Merah adalah media yang menyediakan bacaan dan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.


Perppu Nomor 2 Tahun 2017 Sebagai Langkah Predatoris Negara dan Kemunduran Demokrasi – Pertama, pakar hukum tata negara Refly Harun berpendapat bahwa penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tidak mengatur secara spesifik due process of law atau aplikasi penerapannya sehingga dapat menciptakan kekacauan dalam administrasi negara.

Bersamaan dengan hal tersebut, pemerintah seakan diberikan kewenangan sepihak untuk membubarkan Ormas yang dianggap tidak sejalan tanpa adanya kajian kualitatif dan kuantitatif terhadap Ormas yang dilabeli anti-Pancasila.

Baca Juga: Jangan Ejek Papa Novanto, Dia Itu Godfather!

Labelisasi Ormas yang dilakukan oleh pemerintah menjadi sangat subjektif seiring tujuan terbitnya Perppu ini untuk melegitimasi pembubaran salah satu Ormas yang disinyalir mengancam Pancasila, yaitu Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sementara itu secara prinsip-pun Perppu ini dinilai bermasalah dan muncul seperti tanpa kajian mendalam.

Kedua, prinsip terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 adalah adanya asas contrarius actus yang ingin diterapkan pemerintah seperti yang disampaikan oleh Menkopolhukam Wiranto.

Pakar hukum tata negara seperti Yusril I. Mahendra berpendapat bahwa kewenangan yang diberikan kepada Mendagri dan Menhumkam untuk mencabut status badan hukum suatu Ormas tidak dapat dilakukan, melainkan melalui proses pengadilan terlebih dahulu.

Pemerintah tidak bisa sewenang-wenang mencabut status badan hukum Ormas sementara Ormas-pun memiliki hak untuk membela diri.

Baca Juga: Kesejahteraan Pelayan Kesehatan Masyarakat Kurang Perhatian

Padahal negara juga yang memberikan izin atas berdirinya suatu Ormas, jika memang bertentangan kenapa tidak sejak awal saja tidak diberikan izin. Sedangkan, Perppu ini malah berbalik menjadi ancaman bagi kebebasan berpendapat.

Rezim kali ini dikhawatirkan kembali melakukan maladministrasi terhadap tata kelola negara, seperti yang terjadi pada kasus pengangkatan Menteri ESDM Archandra Tahar yang status kewarganegaraan-nya masih mengambang.

Negara abai terhadap kewajiban hukum yang hanya mengangkat warga negara Indonesia saja sebagai pejabat. Hal ini juga dapat terjadi pada Perppu Nomor 2 Tahun 2017 yang dapat menjadi penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan prosedur bagi pemerintah untuk mengutamakan manuver politik tanpa mempertimbangkan dampak karena tidak secara eksplisit diberikan rincian aplikasinya.

Baca Juga: Uang Tunai vs Uang Elektronik: Balada dalam Era Serba Teknologi

Langkah baik yang seharusnya dapat ditempuh pemerintah adalah dengan membuka komunikasi terhadap Ormas yang cenderung bertentangan atau tidak sejalan menurut pemerintah.

Atau pun melakukan kajian mendalam sebelum mengambil langkah tegas agar tidak ada kesan terburu-buru dalam bermanuver. Karena setiap perilaku yang diperbuat oleh pemerintah akan merepresentasikan masa depan sebuah bangsa dan negara.

Perppu Nomor 2 Tahun 2017: Dampak & Pertimbangan Masa Depan Bangsa

Implikasi diterbitkannya Perppu ini juga menimbulkan gejolak di masyarakat, terutama Organisasi Masyarakat (Ormas) yang dianggap berlawanan terhadap pemerintah.

Padahal, semangat dasar negara Indonesia adalah merangkul dan mengayomi keberagaman, termasuk yang menjadi pihak berlawanan atau oposisi sekalipun.

Baca Juga: Teori Kepribadian: Penjelasan & Perkembangannya

Bukan malah memberangus segala sesuatu yang dianggap sebagai hambatan. Oposisi seyogyanya menjadi penyempurna kekurangan yang dimiliki pemerintah.

Walaupun memang pergerakan Ormas-pun tidak lepas dari peran politik atau ideologi yang diusungnya masing-masing (Hadiwinata, 2009). Termasuk Ormas keagamaan seperti Hizbut Tahrir Indonesia yang mengusung ide khilafah sebagai sistem pemerintahan untuk menggantikan demokrasi.

Pada tingkat global, Ormas atau non-governmental organization adalah aktor yang berpengaruh kuat dalam aktivitas pemerintahan di dunia seiring dengan pertumbuhannya yang semakin masif dan subur (Mingst, 2003).

Baca Juga: Kontroversi KPK: Lembaga Independen yang Politis

Hizbut Tahrir Indonesia merupakan Ormas non-pemerintah yang juga berafiliasi dengan Hizbut Tahrir (HT) negara lain di dunia, terutama yang berpusat di Al-Aqsha, Palestina. Ideologi Khilafah al-Islamiyah yang diusung telah hidup cukup lama dan dianut oleh banyak orang di dunia.

Di beberapa negara HT dilarang, sehingga muncul kesan bahwa organisasi ini adalah pergerakan radikal yang membahayakan ideologi negara tempat ia berada.

Shobron (2014) menyebutkan bahwa Hizbut Tahrir masuk ke Indonesia pada tahun 1983 melalui halaqah yang diadakan di kampus-kampus.

Baca Juga: Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organis: Dilema Mayoritas VS Minoritas

Keberhasilan menyebarkan ideologi HTI dapat terlihat dari jumlah serta masuknya angkatan muda yang terdiri dari mahasiswa serta simpatisan untuk mengusung ideologi ini tampil sebagai anti-tesa keadaan saat ini.

Abdul Mu’tie, sekretaris umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah berpendapat bahwa pertumbuhan ideologi anti-tesa demokrasi yang semakin subur adalah akibat dari ketidakmampuan sistem demokrasi melahirkan pemimpin yang kuat, bersih dan melayani rakyat, sehingga ideologi seperti khilafah akan terus subur.

Beliau juga berpendapat bahwa dampak pembubaran Ormas yang bertentangan dengan ideologi negara bisa menjadi sangat serius, terutama tentang kebebasan bersyarikat dan menyatakan pendapat.

Baca Juga: Sistem Nafsani: Syahwat sebagai Naluri Alami Manusia

Busyro Muqaddas dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah menambahkan bahwa Perppu Nomor 2 Tahun 2017 terindikasi kuat menjadi ancaman bagi demokrasi.

Pemerintah yang berdalih ingin menegakkan demokrasi, malah berperilaku yang bertentangan dengan mengeluarkan peraturan yang dapat mengancam demokrasi itu sendiri.

Tindakan seperti ini mengarahkan negara kepada perilaku predatoris. Perilaku predatoris terjadi apabila biaya politik yang terlampau tinggi sehingga para elit cenderung merespon ancaman dengan kekuatan menggunakan berbagai cara (Robinson, 2001).

Perilaku predatoris juga terkait pada kemampuan rezim mempengaruhi nilai-nilai yang akan muncul di masa depan. Dampak yang ditimbulkan adalah labelisasi negatif terhadap Ormas yang tidaksejalan dengan kekuasaan.

Baca Juga: Pembiaran Kejahatan Lingkungan: Apa dan Bagaimana?

Selain itu juga dapat terhambatnya perekonomian karena politik yang rentan dan tidak mampunya pemerintah menciptakan keseimbangan sehingga hubungan sosial masyarakat terganggu.

Human Rights Watch (HRW) yang berkantor pusat di New York, Amerika juga memberikan komentar atas tindakan yang diambil pemerintah Indonesia melalui penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2017.

Andreas Harsono, peneliti HRW berpendapat bahwa larangan terhadap organisasi secara ketat, bahkan pencabutan status hukum adalah tindakan kejam yang merongrong hak kebebasan berserikat.

Hal ini merupakan satu langkah mundur bagi langkah demokrasi di Indonesia dan pengkhianatan terhadap semangat reformasi pasca rezim Orde Baru.

Baca Juga: Analisa Intelijen dalam Aksi Super Damai 2 Desember 2016

Rezim yang baru berkuasa 3 tahun sejak pilpres 2014 dinilai mengalami kepanikan karena kebijakan-kebijakan yang dipromosikan semasa kampanye belum banyak yang terealisasi atau memberikan dampak positif bagi masyarakat.

Malah menggiring pembangunan bangsa kepada ketidakteraturan dan kekacauan. Pertarungan dan manuver politik di pemerintahan seringkali merugikan rakyat, walaupun sebagian besar politisi selalu berdalih demi kepentingan rakyat.

Kehadiran Ormas seperti HTI, ingin mengkritisi rezim yang berkuasa dan ideologi yang belum mampu menyelesaikan permasalahan rakyat. Jika pemerintah anti terhadap kritik, maka peluang diskusi dan komunikasi akan semakin sulit ditempuh.

Baca Juga: Amien Rais: Dia yang Prestasinya ‘Hanya’ Membawa Kita ke Era Reformasi

Padahal kehadiran pemimpin dan pemerintahan adalah untuk mewujudkan cita-cita bersama atau menghadirkan keadilan bagi semua pihak. Bangsa harus mampu tercerahkan dan berkemajuan melalui teladan yang baik dari perilaku pemerintah terhadap rakyatnya, bukan membuat kisruh dan keributan di dalam kehidupan bernegara.


Salurkan Pemikiranmu!

Ingin artikelmu diterbitkan seperti ini? Kamu bisa! Yuk, salurkan pemikiranmu lewat artikel opini dan listicle di Payung Merah!

 Tulis Artikel

Gabung LINE@


Bagaimana Menurutmu?

Mari Viralkan Tulisan Ini!

1
77 shares, 1 point

Apa Reaksi Kamu?

Kesal Kesal
18
Kesal
Kocak Kocak
24
Kocak
Marah Marah
21
Marah
Kaget Kaget
26
Kaget
Inspiratif Inspiratif
3
Inspiratif
Keren Keren
19
Keren
Pilih Satu Format
Kuis Trivia
Serangkaian pertanyaan dengan jawaban yang benar dan salah yang bermaksud untuk menguji pengetahuan/wawasan
Opini
Tulis opini dan tambahkan elemen visual seperti gambar dan video
Listicle
Buat artikel dalam bentuk Listicle dan lengkapi dengan elemen visual